Nyanyian Kala
kesepian yang mengulumku pada pagi
laksana angin bisu yang kelu
menghidangkan sunyi
dan menikam aku
dengan serta merta keresahan
kini siang menjadi petang yang tenggelam
mengadu waktu pada awan yang bergerak
inginkan duka membentang di dada
dan luka mengkoyak moyak ujung kalbu
saat aku lukiskan senja yang rapuh ini
jiwaku hanya bayangan kenangan
meraung kesakitan dan meredam resah
pada jalan
yang setiap jengkalnya
aku eja dengan terbata
Pertama kali saya membaca puisi-puisi Kozack saya hanya menangkap kesan yang biasa saja dari seorang anak muda usia 20-an yang puisinya berbicara tentang cinta remaja, perasaan sakit hati karena wanita, atau perasaan cinta yang meluap-luap. Tetapi ketika kemudian saya mengklasifikan bebarapa puisi yang saya anggap tidak cengeng dan berulangkali saya baca kembali puisi Kozack, langsung kesan itu hilang dengan cepat. Saya menangkap Kozack bukan hanya bersyair karena jatuh cinta atau di putus cinta seperti umumnya anak seusianya. Tetapi ada beberapa kegelisahan yang saya tangkap pada puisi. Entah tentang makna perjuangan, makna kemerdekaan, tentang kesendirian yang menyayat, tentang makna pahlawan, bahkan tentang kematian.
Apabila kita berhadapan dengan sebuah puisi otomatis dengan sendirinya akan muncul rasa ingin mengetahui apa isi puisi tersebut. Apakah apresiasi itu berupa bentuk pembacaan kembali, atau tanggapan berupa tulisan. Saya merasa kurang lengkap kalau hanya menanggapi puisi Kozack cuma dengan nyocot doang. Ada dua yang ingin saya coba omongkan di sini pertama dari bentuk fisik atau interinsik yaitu bangunan fisik puisi (baris, bait, rima, tipografi, bunyi) yang kedua dari bangunan mental atau ekstrinsik yaitu latar belakang puisi (ideologi tertentu, sosial, moral), tema, imaji, latar belakang penyair).
PERTAMA
Saya mulai dari bentuk bangunan fisik puisi ini : (baris bait, tipografi, rima, bunyi)
Hendri Yetus Siswono
Direktur Siklusitu
No comments:
Post a Comment